Monday, May 14, 2018

ASUHAN KEPERAWATAN LENGKAP HIPOTIROIDISME


KATA PENGANTAR
      Limpahan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,atas segala Rahmad dan Karunia-nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini dengan judul “Hipotiroidisme”.
      Kami selaku penulis menyadari penulisan makalah ini banyak kekurangannya dan jauh dari kesempurnaan yang disebabkan oleh keterbatasan waktu dan kemampuan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan masukan dan kritikan dari semua pihak yang sifatnya senantiasa membangun dan melengkapi kesempurnaan makalah ini.
       Dengan selesainya makalah ini, tidak terlepas dari bantuan dan partisipasi dari semua pihak oleh karena itu dengan penuh kerendahan hati kami selaku penulis makalah menyampaikan ucapan terimah kasih dan penghargaan yang setinggi tingginya Semoga segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada kami selaku penulis  bernilai ibadah dan mendapat imbalan serta limpahan rahmad dan karuniah Tuhan Yang Maha Esa,Amin.
      Akhir kata kiranya tersusunnya makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca terutamah dalam menambah wawasan dan pengetahuan serta perkembangan ilmu keperawatan di masa mendatang.
Makale,1 Juni  2016
Penulis
DAFTAR ISI

SAMPUL  ..................................................................................................                   i
KATA  PENGANTAR  ...........................................................................                  ii
DAFTAR ISI  ............................................................................................                 iii
ISI
I.            PENDAHULUAN 
A.    Latar belakang  ..........................................................................                  1
B.     Tujuan Penulisan  ......................................................................                  2
II.                PEMBAHASAN
A.    Defenisi hipotirodisme  ............................................................                  3
B.     Etiologi  ....................................................................................                  5
C.     Klasifikasi  ...............................................................................                  5
D.    Manifestasi Klinis ....................................................................                  6
E.     Pattofisiologi  ...........................................................................                  8
F.      Pemeriksaan penunjang  ...........................................................                  9
G.    Konsep keperawatan  ...............................................................                13
H.    Diaknosa keperawatan  ............................................................                15
III.             PENUTUP
A.    Kesimpulan  .............................................................................                22
B.     Saran  .......................................................................................                22

DAFTAR PUSTAKA  .............................................................................                   


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk mempengaruhi organ-organ lain (Alvyanto, 2010).
Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol dan memadukan fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Fungsi mereka satu sama lain saling berhubungan, namun dapat dibedakan dengan karakteristik tertentu. Misalnya, medulla adrenal dan kelenjar hipofise posterior yang mempunyai asal dari saraf (neural). Jika keduanya dihancurkan atau diangkat, maka fungsi dari kedua kelenjar ini sebagian diambil alih oleh sistem saraf.
Dalam system endokrin terbagi atas dua bagian yaitu system endokrin dan system eksokrim. System eksokirm merupakan system yang mengeluarkan enzim pada permukaan tubuh seperti kulit, dan dinding pembuluh darah. System endokrin membahas tentang system pengeluaran enzim ke dalam organ- organ dalam tubuh seperti ginjal, hati, pancreas, pembuluh darah, dll. Salah satu penyakit yang disebabkan oleh system endokrin ini diantaranya adalah hipotiroidisme. Merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kelenjar tyroid dalam menghasilkan hormone T3 ( triodotironin ) dan t4 (tiroksin). Penyakit ini merupakan salah satu penyakit autoimun yang dapat menyerang pada manusia utamanya pada  laki-laki. Penyakit ini juga salah satu penyakit yang dapat menyebabkan kematian pada stadium lanjut.
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas maka penulis dalam pembahasan makalah ini membahas lebih lanjut tentang penyakit hipotiroidisme serta asuhan keperawatan secara mendasar sehingga kita dapat mengetahui secara dini tentang penyakit ini dan cara perawatannya.

B.     Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan ini adalah;
1.      Untuk mengetahui definisi hipotiroid, epidemiologi, etiopatogenesis, klasifikasi, gambaran klinik dan patofisiologi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosis, terapi, komplikasi, dan prognosis Hipotiroid.
2.      Untuk memahai penyebaran penyakit hipotiroid sehingga mampu mencegah terjadi peningkatan sakit akibat penyakit tersebut.

C.     Rumusan Masalah
Penulisan makalah ini terbatas pada definisi hipotiroid, epidemiologi, etiopatogenesis, klasifikasi, gambaran klinik dan patofisiologi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosis, terapi, komplikasi, dan prognosis Hipotiroid.














BAB II
PEMBAHASAN


A.    Defenisi Hipotiroidisme
Defenisi Hipotiroidisme antara lain sebagai berikut :
1.      Hipotiroidisme adalah suatu atau beberapa kelainan structural atau fungsional dari kelenjar tiroid sehingga sintesis dari hormone-hormone tiroid menjadi isufisiensi (Haznam, M.W, 1991: 149).
2.      Hipotiroidisme merupakan kelainan yang disebabkan berkurangnya fungsi kelenjar tiroid (Ranakusuma, B, 1992:35).
3.      Hipotiroidisme adalah suatu keadaan hipometabolik akibat defisiensi hormone tiroid yang dapat terjadi pada setiap umur (Long, Barbara.C, 1996:102).
4.      Hipotiroid adalah penurunan sekresi hormon kelenjar tiroid sebagai akibat kegagalan mekanisme kompensasi kelenjar tiroid dalam memenuhi kebutuhan jaringan tubuh akan hormon - hormon tiroid . (Hotma Rumahorbo S.kep,1999).
5.      Hipertiroidisme adalah suatu sindrome klinis akibat dari defisiensi hormon tiroid yang mengakibatkan fungsi metabolik. (Greenspan, 2000).
6.      Hipotiroidisme adalah tiroid yang hipoaktif yang terjadi bila kelenjar tiroid berhenti atau kurang memproduksi hormon tiroksin (Semiardji, Gatut, 2003:14).
Jadi Hipotiroidisme (hiposekresi hormone tiroid) adalah status metabolic yang di akibatkan oleh kekurangan hormone tiroid. Hipotiroidisme kognital dapat mengakibatkan kretinisme.

B.     Epidemologi
Primary hypotiroidism has been reported in up to 9,5 percent of patients with ESRD compared to 1.1 percent of the general population. In our study, 2.6 percent of 306 ESRD patients had primary hypotiroidism. All had TSH values persistently above 20 mU/L and reduced serum total T­4 and free T4  index values. Of these, 88 percent were femae, 75 percent were over the age of 50 years, 50 percent had elevated antimicrosomal antibody titers, 50 percent had goiter, and 50 percent had diabetes mellitus. In the general population, hypotiroydism is nine times more common in females, occurs in 5 to 10 percent of people over 50 yers of age, and induces hypercholesterolemia, hypertension, and cardiac dysfunction. (5: hal 811)  
Berdasarkan kutipan di atas, hypotiroid Primer telah dilaporkan  hingga 9,5 persen pasien dengan ESRD dibandingkan dengan 1,1 persen dari populasi umum. Dalam penelitian kami, 2,6 persen pasien ESRD 306 telah menderita hypotiroidism primer. Semua memiliki nilai TSH terus-menerus di atas 20 mU / L dan mengurangi total serum T ¬ 4 dan bebas nilai indeks T4. Dari jumlah tersebut, 88 persen wanita, 75 persen berusia di atas 50 tahun, 50 persen memiliki titer  antimicrosomal antibody yang tinggi, 50 persen memiliki gondok, dan 50 persen memiliki diabetes mellitus. Dalam populasi umum, hypotiroydism sembilan kali lebih umum pada wanita, terjadi pada 5 sampai 10 persen orang usia 50 tahun, dan menginduksi hiperkolesterolemia, hipertensi, dan disfungsi jantung. (5: hal 811)  
Congenital hypothyroidsm afflict about 1 per 4000 newborn. Because the dire consequences of this condition can readily be prevented by the oral administration of T4, neonatal screening for congenital hypothyroidism is routinely performed in many parts of the world. (4: hal 293)
Berdasarkan kutipan di atas, Hypothyroidsm kongenital menimpa sekitar 1 per 4000 bayi baru lahir. Karena konsekuensi dari kondisi ini mudah dapat dicegah oleh pemberian oral T4, skrining neonatal untuk hipotiroidisme kongenital secara rutin dilakukan banyak di belahan dunia.
Sejak pembentukan program berskala nasional skrining neonates untuk hipotiroidisme congenital, berjuta-berjuta neonatus telah diskrening. Prevalensi hipotiroidisme congenital telah ditemukan adalah 1 dalam 4000 bayi di seluruh dunia, lebih rendah pada Negro Amerika ( 1 dalam 20.000) dan lebih tinggi pada keturunan Spanyol (hispanik) dan Amerika Asli (1 dalam 2000). Defek perkembangan (disgenesis tiroid) merupakan 90% dari bayi yang terdeteksi hipotiridisme; pada sekitar sepertiga, bahkan skrenoradionuklid sensitive tidak dapat menemukan sisa jaringan tiroid (aplasia). Pada duapertiga bayi yang lain, jaringan tiroid tidak sempurna ditemukan pada lokasi ektopik, dari dasar lidah (tiroid lidah) sampai posisi normalnnya di leher. Kebanyakan bayi dengan hipotiroidisme congenital pada saat lahir tidak bergejala walaupun ada agenesis total kelenjar tiroid. Situasi ini dianggap dasar berasal dari perpindahan transplasenta sejumlah sedang tiroksin ibu (T4), yang memberikan kadar janin 25-50% normal pada saat lahir. (2:1938)

C.     Klasifikasi Dan Etiologi Hipotiroidisme
Etiologi dari hipotiroidisme dapat digolongkan menjadi tiga tipe yaitu
1.      Hipotiroid primer
Mungkin disebabkan oleh congenital dari tyroid (kretinism), sintesis hormone yang kurang baik, defisiensi iodine (prenatal dan postnatal), obat anti tiroid, pembedahan atau terapi radioaktif untuk hipotiroidisme, penyakit inflamasi kronik seperti penyakit hasimoto, amylodosis dan sarcoidosis.
2.      Hipotiroid sekunder
Hipotiroid sekunder berkembang ketika adanya stimulasi yang tidak memadai dari kelenjar tiroid normal, konsekwensinya jumlah tiroid stimulating hormone (TSH) meningkat. Ini mungkin awal dari suatu mal fungsi dari pituitary atau hipotalamus. Ini dapat juga disebabkan oleh resistensi perifer terhadap hormone tiroid.
3.      Hipotiroid tertier/ pusat
Hipotiroid tertier dapat berkembang jika hipotalamus gagal untuk memproduksi tiroid releasing hormone (TRH) dan akibatnya tidak dapat distimulasi pituitary untuk mengeluarkan TSH. Ini mungkin berhubungan dengan suatu tumor/ lesi destruktif lainnya diarea hipotalamus.Ada dua bentuk utama dari goiter sederhana yaitu endemic dan sporadic. Goiter endemic prinsipnya disebabkan oleh nutrisi, defisiensi iodine. Ini mengalah pada “goiter belt” dengan karakteristik area geografis oleh minyak dan air yang berkurang dan iodine.Sporadik goiter tidak menyempit ke area geografik lain. Biasanya disebabkan oleh :
·           Kelainan genetic yang dihasilkan karena metabolisme iodine yang salah .
·          Ingesti dari jumlah besar nutrisi goiterogen ( agen produksi goiter yang menghambat produksi T4 ) seperti kobis, kacang, kedelai , buah persik, bayam, kacang polong, Strowbery, dan lobak. Semuanya mengandung goitogenik glikosida
·           Ingesti dari obat goitrogen seperti thioureas ( Propylthiracil ) thocarbomen, ( Aminothiazole, tolbutamid ).
 
D.    Manifestasi Klinis
Gejala dari Hipotiroidisme tidak spesifik, namun kelelahan yang elastrin menyulitkan penderitanya untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari secara penuh/ikut serta dalam aktifitas yang lazim dilakukannya. Laporan tentang adanya kerontokan rambut, kuku yang rapuh serta kulit yang kering sering ditemukan dan keluhan rasa gatal serta parestesia pada jari-jari tangan, dapat terjadi, kadang-kadang suara menjadi kasar dan pasien mungkin mmengeluhkan suara parau. Hipotiroidisme menyerang wanita lima kali lebih sering disbanding laki-laki dan sering terjadi peda usia diantara 30 hingga 60 tahun.
Hipotiroidisme berat mengakibatkan suhu tubuh dan frekuensi nadi subnormal. Pasien biasanya mulai mengalami kenaikan berat badan yang bahkan uterjadi tanpa peningkatan asupan makanan, meskipun penderita Tiroid yang berat dapat terlihat kakeksia.
Kulit menjadi tegal akibat penumpukan mukopalisakarida dalam jaringan subcutan (Asal mula istilah Miksedema). Rambut menipis dan raotan. Wajah tampak tanpa ekspresi dan mirip topeng. Pasien sering mengeluh rasa dingin meskipun dalam lingkungan yang hangat.
Pada mulanya, pasien mungkin mudah tersinggung dan mengeluh merasa lemah. Namun dengan selanjutnya kondisi tersebut, respon emosional, diatas akan berkurang. Proses mental menjadi tumpul dan pasien tampak apatis. Bicara menjadi lambat. Lidah memmbesar dan ukuran tangan serta kaki bertambah, pasien sering mengeluh konstipasi, ketulian dapat pula terjadi.
Hipotiroidisme lanjut dapat menyebabkan dimensia disertai perubahan kognitif dan kepribadian yang khas. Respirasi yang tidak memadai dan apnu saat tidur dapat terjadi pada Hipotiroidisme yang berat. Efusi pleura, efusi pericardial dan kelemahan otot pernapasan dapat pula terjadi Hipotiroidisme berat akan disertai dengann kenaikan kadar kolesterol serum, aterosklorosis, penyakit jantung. Hipotiroidisme lanjut akan mengalami hipotermia dan kepekaan abnormal terhadap preparat sedative. Opioid serta anestesi. Oleh sebab itu semua obat ini hanya diberikan pada kondisi tertentu.
Pasien dengan Hipotiroidisme yang belum teridentifikasi dan sedang menjalani pembedahan akan menghadapi risiko yang lebih tinggi untuk mengalami hipotensi introaperatif, gagal jantung kongestif pascaoperatif dan perubahan status mental.
Koma miksedema menggambarkan stadium Hipotiroidisme yang paling ekstrim dan berat, dimana pasien mengalami hipotermia dan tidak sadarkan diri, koma miksedema dapat terjadi sesudah peningkatan alergi yang berlanjut menjadi stupor dan kemudian koma.
Hipotiroidisme  yang tidak terdiagnosis dapat dipicu oleh infeksi atau penyakit sistemik lainnya atau oleh gangguan preparat sedikit atau analgetik apoioid dorongan respiratorik pasien akan terdepresi sehingga timbul hipoventilasi alneole.
Retensi CO2 progresif, keadaan norkesis dan koma, semua gejala ini disertai dengan kolaps kardiovaskuler dan syok memerlukan terapi yang agresif dan infeksi jika kita ingin pasien tetap hidup. Meskipun demikian dengan terapi yang intensif sekalipun, angka mortanitas tetap tinggi.
Hipotiroidisme juga terjadi karena asam Hiauron mengikat air sehingga timbul sembab, edema muka, tangan, kaki, pucat, dingin, kering. Adanya penurunan fungsi saraf sehingga timbul gerak-gerik lambat, koordinasi kurang, kesan kaku, mental menurun, depresi atau gelisah.

E.     Patofisiologi
Kelenjar tiroid membutuhkan iodine untuk sintesis dan mensekresi hormone tiroid. Jika diet seseorang kurang mengandung iodine atau jika produksi dari hormone tiroid tertekan untuk alasan yang lain, tiroid akan membesar sebagai usaha untuk kompendasi dari kekurangan hormone. Pada keadaan seperti ini, goiter merupakan adaptasi penting pada suatu defisiensi hormone tiroid. Pembesaran dari kelenjar terjadi sebagai respon untuk meningkatkan respon sekresi pituitary dari TSH. TSH menstimulasi tiroid untuk mensekresi T4 lebih banyak, ketika level T4 darah rendah. Biasanya, kelenjar akan membesar dan itu akan menekan struktur di leher dan dada menyebabkan gejala respirasi disfagia.
Penurunan tingkatan dari hormone tiroid mempengaruhi BMR secara lambat dan menyeluruh. Perlambatan ini terjadi pada seluruh proses tubuh mengarah pada kondisi achlorhydria (pennurunan produksi asam lambung), penurunan traktus gastrointestinal, bradikardi, fungsi pernafasan menurun, dan suatu penurunan produksi panas tubuh.
Perubahan yang paling penting menyebabkan penurunan tingkatan hormone tiroid yang mempengaruhi metabolisme lemak. Ada suatu peningkatan hasil kolesterol dalam serum dan level trigliserida dan sehingga klien berpotensi mengalami arteriosclerosis dan penyakit jantung koroner. Akumulasi proteoglikan hidrophilik di rongga interstitial seperti rongga pleural, cardiac, dan abdominal sebagai tanda dari mixedema.
Hormon tiroid biasanya berperan dalam produksi sel darah merah, jadi klien dengan hipotiroidisme biasanya menunjukkan tanda anemia karena pembentukan eritrosit yang tidak optimal dengan kemungkinan kekurangan vitamin B12 dan asam folat.
F.      Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi rangka menunjukkan tulang yang mengalami keterlambatan dalam pertumbuhan , disgenesis epifisis, dan keterlambatan perkembangan gigi. Tes-tes laboratorium yang digunakan untuk memastikan hipotiroidisme antara lain: kadar tiroksin dan triyodotironin serum yang rendah, BMR yang rendah, dan peningkatan kolesterol serum.(12: hal 1231-1232)
·          Semua kasus yang diduga hipotiroid harus diperiksa: kadar T4 serum rendah dan ini menstimulasi sekresi TSH oleh hipofisis (meningkat pada hipotiroidisme primer).
·          Kadar kolestrol serum biasanya meningkat walaupun tidak penting dalam menegakkan diagnosis.
·           Anemia (normokromik atau makrositik).
·          EKG menunjukan denyut jantung yang lambat dan voltase rendah dengan gelombang T mendatar atau terbalik.
·          Peningkatan titer antibody tiroid. NB; periksa penggunaan obat antitiroid, misalnya litium, amiodaron. Amiodaron kaya akan iodium dan juga menghambat konversi T4 menjadi T3 perifer, sehingga pemeriksaan tiroid sulit diinterprestasikan. Sebelum memulai terapi dengan amiodaron, kadar T3, T4, dan TSH basal harus diperiksa untuk mengidentifikasi gangguan tiroid yang mendasari.(9: 165)
 
G.     Penatalaksanaan Hipotiroidisme
Hipotiroidisme diobati dengan menggantikan kekurangan hormon tiroid, yaitu dengan memberikan sediaan per-oral (lewat mulut). Yang banyak disukai adalah hormon tiroid buatan T4. Bentuk yanglain adalah tiroid yang dikeringkan (diperoleh dari kelenjar tiroid hewan).
Pengobatan pada penderita usia lanjut dimulai dengan hormon tiroid dosis rendah, karena dosis yang terlalu tinggi bisa menyebabkan efek samping yang serius. Dosisnya diturunkan secara bertahap sampai kadar TSH kembali normal. Obat ini biasanya terus diminum sepanjang hidup penderita.
Pengobatan selalu mencakup pemberian tiroksin sintetik sebagai pengganti hormon tiroid. Apabila penyebab hipotiroidism berkaitan dengan tumor susunan saraf pusat, maka dapat diberikan kemoterapi, radiasi, atau pembedahan.
Tujuan primer penatalaksanaan Hipotiroidisme adlah memulihkan metabolisme pasien kembali kepada keadaan metabolic normal dengan cara mengganti hormone yang hilang. Dosis terapi pengganti hormonal didasarkan pada konsenntrasi TSH dalam serum pasien. Preperat Tenoid yang dikeringkan jarang digunakan karena sering menyebabkan kenaikan sementara konsentrasi T3 dan kadang-kadang disertai dengan gejala Hipotiroidisme. Jika terapi penggantian sudah memadai, gejala miksedema akan menghilang dan aktivitas metabolic yang normal dapat timbul kembali.
Pada Hipotiroidisme yang berat dan koma miksedema penatalaksanaannya mencakup pemeliharaan berbagai fungsi fital. Gas darah arteri dapat diukur untuk menentukan retensi karbondioksida dan memandu pelaksanaan bantuan ventilasi untuk mengatasi Hipoventilasi penggunaan alat “PULSE EXIMETRI” dapat pula membantu kita untuk memantau tingkat saturasi oksigen. Pemberian cairan dilakukan dengan hati-hati karena cahaya intoksikasi air. Penggunaan panas eksternal (bantal pemanas) harus dihindari karena tindakan ini meningkatkan kebutuhan oksigen dan dapat menimbulkan kolaps vaskuler. Jika terdapat hipoglikemia yang nyata, infuse larutan glukosa pekat dapat dilakukan untuk memberikan glukosa tanpa menimbulkan kelebihan muatan cairan.
Kardiak (jantung) setiap pasien yang sudah menderita Hipotiroidisme untuk waktu yang lama hamper dapat dipastikan akan mengalami kenaikan kadar kolesterol, alerosklorosis, dan penyakit arteri koroner. Setelah sekian lama metabolisme berlangsung subnormal dan berbagai jaringan termasuk miokardivas memerlukan oksigen yang relative sedikit, maka penurunan suplai darah dapat di tolerir tanpa terjadi gejala penyakit arteri koroner yang nyata. Namun demikian bila hormone tiroid diberikan, maka kebutuhan oksigen akan meningkat tetapi pengangkutan oksigen tidak dapat di tingkatkan kecuali/suplai keadaan aterosklorosis diperbaiki. Keadaan ini berlangsung sangat lambat timbulnya angina merupakan tanda yang menunjukan bahwa kebutuhan miokardium akan oksigen melampaui suplay serangan angina atau aritmia dapat terjadi ketika terapi penggantian tiroid dimulai, karena hormone tiroid akan meningkatkan efek kerakolamin pada system kardiovaskuler.
1.      Penatalaksanaan medic
Tindakan jangka panjang harus dilakukan selama pelaksanaan terapi tiroid karena adanya interaksi hormone tiroid dengan obat lain. Hormone tiroid dapat meningkatkan kadar glukosa darah, sehingga dosis pemberian insulin dan obat hipoglikemia oral, perlu disesuaikan, efek hormone tiroid dapat ditingkatkan oleh penitroin dan antidefresan trisiklik. Hormone tiroid juga dapat meningkatkan efek fermakolosis glikolisida, antikoagulan dan indomentasin sehingga memerlukan pengamatan dan pengkajian oleh perawat untuk mendeteksi obat efek samping preparat ini pengeroposan tulang dapat terjadi pada terapi tiroid.
Obat-obat golongan hipnotik-sedatif yang diberikan dengan dosis kecil sekalipun dapat menimbulkan keadaan somnolen dan berlangsung lebih lama daripada yang diperkirakan.
§  Farmakokinetik
Levotiroksin (T4) dan Liotironin (T3) merupakan hormone tiroid sintelik 50-75% dari levotiroksin (T4 diabsorbsi oleh mukosa gastrointestinal, dan 90% liotironin (T3) diabsorbsi. Kedua obat ini sangat mudah diberikan dengan  protein seperti obat anti koagulan dapat menimbulkan efek samping liotiroanin, levotiroksin diekskresi kedalam empedu dan tinja, ekskresi liotironin tidak diketahui.
Pengobatan Hipotiroidisme antara lain dengan pemberian tiroksin, biasanya dimulai dalam dosis rendah (50mg/hari) khususnya pada pasien yang lebih tua atau pada pasien dengan miksedema berat dan setelah beberapa hari/minggu sedikit demi sedikit di tingkatkan 150 mg/hari pada dewasa mmuda dosis pemeliharaan maksimal dapat dimulai cepatnya. Pengukuran kadar TSH pada pasien Hipotiroidisme primer dapat digunakan untuk menentukan manfaat terapi pengganti, kadar ini harus dipertahankan adekuat pada pasien Hipotiroidisme sekunder sebaiknya ditentukan dengan mengikuti tiroksi bebas. Penatalaksanaan :
Umur
Dosis Harian
MCE/kg BB
<6-12 bulan
6 – 12 tahun
 1 – 5 tahun
6 – 12 tahun
7 – 12 tahun
26 – 50
50 – 75
75 – 100
100 – 150
150 – 200

6 -10
6 – 8
5 – 6
4 -5
2 - 3

o   T3 (Tyronin) hanya diberikan kalau tidak ada T4 tiroksin
o   Untuk dewasa diberikan vitamin B. Dosis tinggi 2x100 mg/hari
o   Diet = tinggi kalori, tinggi protein
§  Farmakodinamik
Lovotiroksin dan lyosironin memiliki kerja yang serupa hormone-hormon ini meningkatkan tingkat metabolisme curah jantung, sintesa protein  dan pemakaian glukosa waktu konsentrasi puncak dan lama kerja livotiroksin jauh lebih lama daripada ciotironin liotrya adalah suatu kombinasi T4 (tiroksin) dan T3 (triiodotironin) yang kadar triiodotironinnya ebih besar.
Ada banyak interaksi obat dengan kedua hormone ini, keduanya meningkatkan efek antikoagulan oral, karena menggantikan tempat anti keagulan dalam mengikat protein. Jika salah satu dari obat ini dipakai bersama dengan obat adrenergic, seperti dekongestan atau vasopreson, kerja jantung dan susunan saraf pusat meningkat levotiroksin dan liotironin dapat menurunkan efektifitas digitalis, estrogen dapat meningkatkan efek liotironin. Dosis insulin dan obat antibiotic oral mungkin perlu ditambah.
2.      Penatalaksanaan keperawatan
Modifikasi aktifitas penderita Hipotiroidisme akan mengalami pengurangan tenaga dan letargi sedang hingga berat. Kemampuan pasien untuk melakukan latihan dan berperan dalam berbagai aktifitas menjadi terbatas. Akibat perubahan pada status kardiovaskuler dan pulmoner yang terjadi akibat tiroidisme

H.    Konsep Keperawatan
1.      Pengkajian Keperawatan
Dampak penurunan kadar hormon dalam tubuh sangat bervariasi, oleh karena itu lakukanlah pengkajian terhadap hal-hal penting yang dapat menggali sebanyak mungkin informasi antara lain:
Ø  Riwayat kesehatan klien dan keluarga. Sejak kapan klien menderita penyakit tersebut dan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama.
Ø  Kebiasaan hidup sehari-hari seperti:
a. Pola makan
b. Pola tidur (klien menghabiskan banyak waktu untuk tidur).
c. Pola aktivitas.
Ø  Tempat tinggal klien sekarang dan pada waktu balita.
Ø  Keluhan utama klien, mencakup gangguan pada berbagai sistem tubuh:
a.       Sistem pulmonari
Seperti Hipoventilasi, Pleura, Fusi Dipsneu
b.      Sistem pencernaan
Peningkatan berat badan, konstipasi, distensi abdomen
c.       Sistem kardiovaslkuler
Seperti distritmia, pembesaran jantung toleransi terhadap aktifitas menurun, hipotensi.
d.      Sistem musculoskeletal
Seperti nyeri otot, kontiaksi dan relaksasi otot yang lambat.
e.       Sistem neurologik dan Emosi/psikologis
Fungsi intelektual yang lambat dan terbata-bata. Gangguan memori, perhatian kurang dan penurunan reflek tendon.
f.       Sistem reproduksi
g.      Metabolik penurunan metabolisme basal, penurunan suhu tubuh, intoleransi terhadap dingin.

Ø  Pemeriksaart fisik mencakup
1)      Penampilan secara umum; amati wajah klien terhadap adanya edema sekitar mata, wajah bulan dan ekspresi wajah kosong serta roman wajah kasar. Lidah tampak menebal dan gerak-gerik klien sangat lamban. Postur tubuh keen dan pendek. Kulit kasar, tebal dan berisik, dingin dan pucat.
2)      Nadi lambat dan suhu tubuh menurun
3)      Perbesaran jantung
4)      Disritmia dan hipotensi
5)      Parastesia dan reflek tendon menurun
Ø  Pengkajian psikososial klien sangat sulit membina hubungan sasial dengan lingkungannya, mengurung diri/bahkan mania. Keluarga mengeluh klien sangat malas beraktivitas, dan ingin tidur sepanjang hari. Kajilah bagaimana konsep diri klien mencakup kelima komponen konsep diri.
Ø  Pemeriksaan penunjang mencakup; pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum; Pemeriksaan TSH (pada klien dengan hipotiroidisme primer akan terjadi peningkatan TSH serum, sedangkan pada yang sekunder kadar TSH dapat menurun atau normal).

2.      Diagnosa Keperawatan
1.      Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan proses kognitif
2.      Perubahan suhu tubuh
3.      Konstipasi berhubungan dengan penurunan gastrointestinal
4.      Kurang pengetahuan tentang program pengobatan untuk terapi penggantian tiroid seumur hidup.
5.      Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi
6.      Perubahan pola berpikir berhubungan dengan gangguan metabolisme dan perubahan status kardiovaskuler serta pernapasan.
7.      Miksedema dan koma miksedema
3.      Intervensi
1.       Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan proses kognitif.
Tujuan : Meningkatkan partisipasi dalam aktivitas dan kemandirian .
INTERVENSI
RASIONAL
a.    Atur interval waktu antar aktivitas untuk meningkatkan istirahat dan latihan yang dapat ditolerir.
b.    Bantu aktivitas perawatan mandiri ketika pasien berada dalam keadaan lelah.
c.    Berikan stimulasi melalui percakapan dan aktifitas yang tidak menimbulkan stress.
d.   Pantau respons pasien terhadap peningkatan aktititas.
ü Mendorong aktivitas sambil memberikan kesempatan untuk mendapatkan istirahat yang adekuat.
ü Memberi kesempatan pada pasien untuk berpartisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri.
ü Meningkatkan perhatian tanpa terlalu menimbulkan stress pada pasien.

ü Menjaga pasien agar tidak melakukan aktivitas yang berlebihan atau kurang.

2.       Perubahan suhu tubuh
Tujuan : Pemeliharaan suhu tubuh yang normal
INTERVENSI
RASIONAL
a.    Berikan tambahan lapisan pakaian atau tambahan selimut.
b.    Hindari dan cegah penggunaan sumber panas dari luar (misalnya, bantal pemanas, selimut listrik atau penghangat).
c.    Pantau suhu tubuh pasien dan melaporkan penurunannya dari nilai dasar suhu normal pasien.

d.   Lindungi terhadap pajanan hawa. dingin dan hembusan angin.
ü Meminimalkan kehilangan panas

ü Mengurangi risiko vasodilatasi perifer dan kolaps vaskuler.



ü Mendeteksi penurunan suhu tubuh dan dimulainya koma miksedema.


ü Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien dan menurunkan lebih lanjut kehilangan panas.



3.       Konstipasi berhubungan dengan penurunan gastrointestinal
Tujuan : Pemulihan fungsi usus yang normal.

INTERVENSI
RASIONAL
a.    Dorong peningkatan asupan cairan
b.    Berikan makanan yang kaya akan serat
c.    Ajarkan kepada klien, tentang jenis -jenis makanan yang banyak mengandung air.
d.   Pantau fungsi usus



e.    Dorong klien untuk meningkatkan mobilisasi dalam batas-batas toleransi latihan.
f.     untuk pemberian obat pecahar dan enema bila diperlukan.
ü Meminimalkan kehilangan panas.
ü Meningkatkan massa feses dan frekuensi buang air besar
ü Untuk peningkatan asupan cairan kepada pasien agar . feses tidak keras

ü Memungkinkan deteksi konstipasi dan pemulihan kepada pola defekasi yang normal.
ü Meningkatkan evakuasi feses



ü Untuk mengencerkan feces.

4.       Kurangnya pengetahuan tentang program pengobatan untuk terapi penggantian tiroid seumur hidup.
Tujuan : Pemahaman dan penerimaan terhadap program pengobatan yang diresepkan.
INTERVENSI
RASIONAL
a.    Jelaskan dasar pemikiran untuk terapi penggantian hormon tiroid.

b.    Uraikan efek pengobatan yang dikehendaki pada pasien


c.    Bantu pasien menyusun jadwal dan cheklist untuk memastikan pelaksanaan sendiri terapi penggantian hormon tiroid.
d.   Uraikan tanda-tanda dan gejala pemberian obat dengan dosis yang berlebihan dan kurang.
e.    Jelaskan perlunya tindak lanjut jangka panjang kepada pasien dan keluarganya.
ü Memberikan rasional penggunaan terapi penggantian hormone tiroid seperti yang diresepkan, kepada pasien.
ü Mendorong pasien untuk mengenali perbaikan status fisik dan kesehatan yang akan terjadi pada terapi hormon tiroid
ü  
ü Memastikan bahwa obat yang; digunakan seperti yang diresepkan.


ü Berfungsi sebagai pengecekan bagi pasien untuk menentukan apakah tujuan terapi terpenuhi.

ü Meningkatkan kemungkinan bahwa keadaan hipo atau hipertiroidisme akan dapat dideteksi dan diobati.


5.       Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi
Tujuan : Perbaikan status respiratorius dan pemeliharaan pola napas yang normal.
INTERVENSI
RASIONAL
a.    Pantau frekuensi; kedalaman, pola pernapasan; oksimetri denyut nadi dan gas darah arterial.

b.    Dorong pasien untuk napas dalam dan batuk.

c.    Berikan obat (hipnotik dan sedatip) dengan hati-hati.


d.   Pelihara saluran napas pasien dengan melakukan pengisapan dan dukungan ventilasi jika diperlukan
ü Mengidentifikasi hasil pemeriksaan dasar untuk memantau perubahan selanjutnya dan mengevaluasi efektifitas intervensi.

ü Mencegah aktifitas dan meningkatkan pernapasan yang adekuat.
ü Pasien hipotiroidisme sangat rentan terhadap gangguan pernapasan akibat gangguan obat golongan hipnotik-sedatif.
ü Penggunaan saluran napas artifisial dan dukungan ventilasi mungkin diperlukan jika terjadi depresi pernapasan.
6.       Perubahan pola berpikir berhubungan dengan gangguan metabolisme dan perubahan status kardiovaskuler serta pernapasan.
Tujuan : Perbaikan proses berpikir.
INTERVENSI
RASIONAL
a.    Orientasikan pasien terhadap waktu, tempat, tanggal dan kejadian disekitar dirinya.
b.    Berikan stimulasi lewat percakapan dan aktifitas yang, tidak bersifat mengancam.
c.    Jelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa perubahan pada fungsi kognitif dan mental merupakan akibat dan proses penyakit.
ü  Memudahkan stimulasi dalam batas-batas toleransi pasien terhadap stres.

ü Meyakinkan pasien dan keluarga tentang penyebab perubahan kognitif dan bahwa hasil akhir yang positif dimungkinkan jika dilakukan terapi yang tepat.

7.       Miksedema dan koma miksedema
Tujuan: Tidak ada komplikasi.

INTERVENSI
RASIONAL
a.    Pantau pasien akan; adanya peningkatan keparahan tanda dan gejala hipertiroidisme.
i. Penurunan tingkat kesadaran ; demensia
ii.Penurunan tanda-tanda vital (tekanan darah, frekuensi, pernapasan,
suhu tubuh, denyut nadi)
iii.Peningkatan kesulitan dalam membangunkan dan menyadarkan
pasien.

b.    Dukung dengan ventilasi jika terjadi depresi dalam kegagalan pernapasan


c.    Berikan obat (misalnya, hormon tiroksin) seperti yang diresepkan dengan sangat hati-hati.

d.   Balik dan ubah posisi tubuh pasien dengan interval waktu tertentu.
e.    Hindari penggunaan obat-obat golongan hipnotik, sedatif dan analgetik.

ü Hipotiroidisme berat jika tidak: ditangani akan menyebabkan miksedema, koma miksedema dan pelambatan seluruh sistem tubuh










ü Dukungan ventilasi diperlukan untuk mempertahankan oksigenasi yang adekuat dan pemeliharaan saluran napas.

ü Metabolisme yang lambat dan aterosklerosis pada miksedema dapat mengakibatkan serangan angina pada saat pemberian tiroksin.
ü Meminimalkan resiko yang berkaitan dengan imobilitas.

ü Perubahan pada metabolisme obat-obat ini sangat meningkatkan risiko jika diberikan pada keadaan miksedema.





















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari penyusunan materi ini kami menarik kesimpulan bahwa pada hipotiroid terjadi akibat kurang penghasilan hormone tiroid oleh kelenjar tiroid. Pada kasus ini kelenjar tiroid kurang aktif dan menghasilkan terlalu sedikit hormone tiroid. Hipotiroid yang sangat berat disebut miksedema. Hal ini terjadi akibat penurunan kadar hormone tiroid dalam darah. Pada penyakit ini dapat mempengaruhi proses metabolic antara lain: penurunan produksi asam lambung, penurunan motilitas usus, penurunan detak jantung, gangguan fungsi neurologic, dan penurunan produksi napas. Pada penderita hipotiroid akan muncul tanda dan gejala yaitu nafsu makan berkurang, pertumbuhan tulang dan gigi yang lambat, suara serak, bicara lambat, kelopak mata turun, wajah bengkak, dll.
Pada penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi yaitu miksedema dimana merupakan suatu situasi yang mengancam nyawa penderita yang ditandai dengan eksaserbasi ( pemburukan ) semua gejala hipotiroid termasuk hipotermi tanpa menggigil, hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi dan penurunan kesadaran sampai koma. Untuk penata laksanaan kasus ini jika dalam keadaan darurat ( misalnya koma miksedem), hormone tiroid bias diberikan secara intravena.untuk pemeriksaan diagnostiknya, dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium, seperti pemeriksaan darah dan pemeriksaan fisik

B.     Saran
Dengan tersusunnya makalah ini kami penulis mengharapkan agar dari kasus seperti yang terdapat pada makalah ini yakni hipotiroid senantiasa para petugas kesehatan lebih professional dan lebih berpengalaman dalam mengkaji seluruh system yang terganggu karena adanya kelainan pada kelenjar tiroid.  Karena dengan pengetahuan dan pengalaman yang baik maka dalam menangani penyakit ini akan lebih cepat dan tepat.




DAFTAR PUSTAKA


Ø   Scanlon C, Valeri dan Tina Sandert. 2006.  Buku ajar Anatomi dan Fisiologi. Edisi 3, hal 209-210. Jakarta : ECG.
Ø  Corwin J, Elizabeth. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : ECG
Ø  Brunner dan Suddart dkk. 2001.  Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah. Jakarta : ECG.  
Ø  Sudoyo W, Aru dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.




No comments:

Post a Comment