KATA
PENGANTAR
Limpahan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Kuasa,atas segala Rahmad dan Karunia-nya, sehingga penulis dapat menyusun dan
menyelesaikan makalah ini dengan judul “Hipotiroidisme”.
Kami selaku penulis menyadari penulisan
makalah ini banyak kekurangannya dan jauh dari kesempurnaan yang disebabkan
oleh keterbatasan waktu dan kemampuan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena
itu penulis sangat mengharapkan masukan dan kritikan dari semua pihak yang sifatnya
senantiasa membangun dan melengkapi kesempurnaan makalah ini.
Dengan selesainya makalah ini, tidak terlepas dari bantuan dan
partisipasi dari semua pihak oleh karena itu dengan penuh kerendahan hati kami
selaku penulis makalah menyampaikan ucapan terimah kasih dan penghargaan yang
setinggi tingginya Semoga segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan
kepada kami selaku penulis bernilai
ibadah dan mendapat imbalan serta limpahan rahmad dan karuniah Tuhan Yang Maha
Esa,Amin.
Akhir kata kiranya tersusunnya makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
dan para pembaca terutamah dalam menambah wawasan dan pengetahuan serta
perkembangan ilmu keperawatan di masa mendatang.
Makale,1 Juni 2016
Penulis
DAFTAR ISI
SAMPUL .................................................................................................. i
KATA PENGANTAR
........................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................ iii
ISI
I.
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang .......................................................................... 1
B. Tujuan
Penulisan ...................................................................... 2
II.
PEMBAHASAN
A. Defenisi
hipotirodisme ............................................................ 3
B. Etiologi .................................................................................... 5
C. Klasifikasi ............................................................................... 5
D. Manifestasi
Klinis .................................................................... 6
E. Pattofisiologi ........................................................................... 8
F. Pemeriksaan
penunjang ........................................................... 9
G. Konsep
keperawatan ............................................................... 13
H. Diaknosa
keperawatan ............................................................ 15
III.
PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. 22
B. Saran ....................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sistem endokrin adalah sistem
kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui
aliran darah
untuk mempengaruhi organ-organ lain (Alvyanto, 2010).
Sistem endokrin, dalam kaitannya
dengan sistem saraf, mengontrol dan memadukan fungsi tubuh. Kedua sistem ini
bersama-sama bekerja untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Fungsi mereka satu
sama lain saling berhubungan, namun dapat dibedakan dengan karakteristik
tertentu. Misalnya, medulla adrenal dan kelenjar hipofise posterior yang
mempunyai asal dari saraf (neural). Jika keduanya dihancurkan atau diangkat,
maka fungsi dari kedua kelenjar ini sebagian diambil alih oleh sistem saraf.
Dalam system endokrin terbagi atas
dua bagian yaitu system endokrin dan system eksokrim. System eksokirm merupakan
system yang mengeluarkan enzim pada permukaan tubuh seperti kulit, dan dinding
pembuluh darah. System endokrin membahas tentang system pengeluaran enzim ke
dalam organ- organ dalam tubuh seperti ginjal, hati, pancreas, pembuluh darah,
dll. Salah satu penyakit yang disebabkan oleh system endokrin ini diantaranya
adalah hipotiroidisme. Merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh
kekurangan kelenjar tyroid dalam menghasilkan hormone T3 ( triodotironin ) dan
t4 (tiroksin). Penyakit ini merupakan salah satu penyakit autoimun yang dapat
menyerang pada manusia utamanya pada
laki-laki. Penyakit ini juga salah satu penyakit yang dapat menyebabkan
kematian pada stadium lanjut.
Berdasarkan uraian dari latar belakang
diatas maka penulis dalam pembahasan makalah ini membahas lebih lanjut tentang
penyakit hipotiroidisme serta asuhan keperawatan secara mendasar sehingga kita
dapat mengetahui secara dini tentang penyakit ini dan cara perawatannya.
B. Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan penulisan ini adalah;
1. Untuk mengetahui definisi
hipotiroid, epidemiologi, etiopatogenesis, klasifikasi, gambaran klinik dan
patofisiologi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosis, terapi,
komplikasi, dan prognosis Hipotiroid.
2. Untuk memahai penyebaran penyakit
hipotiroid sehingga mampu mencegah terjadi peningkatan sakit akibat penyakit
tersebut.
C. Rumusan
Masalah
Penulisan makalah ini terbatas pada
definisi hipotiroid, epidemiologi, etiopatogenesis, klasifikasi, gambaran
klinik dan patofisiologi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosis,
terapi, komplikasi, dan prognosis Hipotiroid.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Defenisi
Hipotiroidisme
Defenisi Hipotiroidisme
antara lain sebagai berikut :
1. Hipotiroidisme adalah suatu atau
beberapa kelainan structural atau fungsional dari kelenjar tiroid sehingga
sintesis dari hormone-hormone tiroid menjadi isufisiensi (Haznam, M.W, 1991:
149).
2. Hipotiroidisme merupakan kelainan
yang disebabkan berkurangnya fungsi kelenjar tiroid (Ranakusuma, B, 1992:35).
3. Hipotiroidisme adalah suatu keadaan
hipometabolik akibat defisiensi hormone tiroid yang dapat terjadi pada setiap
umur (Long, Barbara.C, 1996:102).
4. Hipotiroid adalah penurunan sekresi hormon kelenjar tiroid sebagai akibat
kegagalan mekanisme kompensasi kelenjar tiroid dalam memenuhi kebutuhan
jaringan tubuh akan hormon -
hormon tiroid . (Hotma Rumahorbo S.kep,1999).
5. Hipertiroidisme adalah suatu sindrome klinis akibat dari defisiensi hormon
tiroid yang mengakibatkan fungsi metabolik. (Greenspan, 2000).
6. Hipotiroidisme adalah tiroid yang
hipoaktif yang terjadi bila kelenjar tiroid berhenti atau kurang memproduksi
hormon tiroksin (Semiardji, Gatut, 2003:14).
Jadi Hipotiroidisme (hiposekresi hormone
tiroid) adalah status metabolic yang di akibatkan oleh kekurangan hormone
tiroid. Hipotiroidisme kognital dapat mengakibatkan kretinisme.
B. Epidemologi
Primary hypotiroidism has been
reported in up to 9,5 percent of patients with ESRD compared to 1.1 percent of
the general population. In our study, 2.6 percent of 306 ESRD patients had
primary hypotiroidism. All had TSH values persistently above 20 mU/L and
reduced serum total T4 and free T4 index values. Of these, 88 percent were femae,
75 percent were over the age of 50 years, 50 percent had elevated
antimicrosomal antibody titers, 50 percent had goiter, and 50 percent had
diabetes mellitus. In the general population, hypotiroydism is nine times more
common in females, occurs in 5 to 10 percent of people over 50 yers of age, and
induces hypercholesterolemia, hypertension, and cardiac dysfunction. (5:
hal 811)
Berdasarkan kutipan di atas, hypotiroid
Primer telah dilaporkan hingga 9,5
persen pasien dengan ESRD dibandingkan dengan 1,1 persen dari populasi umum.
Dalam penelitian kami, 2,6 persen pasien ESRD 306 telah menderita hypotiroidism
primer. Semua memiliki nilai TSH terus-menerus di atas 20 mU / L dan mengurangi
total serum T ¬ 4 dan bebas nilai indeks T4. Dari jumlah tersebut, 88 persen wanita, 75 persen
berusia di atas 50 tahun, 50 persen memiliki titer antimicrosomal antibody
yang tinggi, 50 persen memiliki gondok, dan 50 persen memiliki
diabetes mellitus. Dalam populasi umum, hypotiroydism sembilan kali lebih umum
pada wanita, terjadi pada 5 sampai 10 persen orang usia 50 tahun, dan
menginduksi hiperkolesterolemia, hipertensi, dan disfungsi jantung. (5: hal 811)
Congenital hypothyroidsm afflict
about 1 per 4000 newborn. Because the dire consequences of this condition can
readily be prevented by the oral administration of T4, neonatal screening for
congenital hypothyroidism is routinely performed in many parts of the world. (4:
hal 293)
Berdasarkan kutipan di atas, Hypothyroidsm
kongenital menimpa sekitar 1 per 4000 bayi baru lahir. Karena konsekuensi dari
kondisi ini mudah dapat dicegah oleh pemberian oral T4, skrining neonatal untuk
hipotiroidisme kongenital secara rutin dilakukan banyak di belahan dunia.
Sejak pembentukan program berskala
nasional skrining neonates untuk hipotiroidisme congenital, berjuta-berjuta
neonatus telah diskrening. Prevalensi hipotiroidisme congenital telah ditemukan
adalah 1 dalam 4000 bayi di seluruh dunia, lebih rendah pada Negro Amerika ( 1
dalam 20.000) dan lebih tinggi pada keturunan Spanyol (hispanik) dan Amerika
Asli (1 dalam 2000). Defek perkembangan (disgenesis tiroid) merupakan 90% dari
bayi yang terdeteksi hipotiridisme; pada sekitar sepertiga, bahkan
skrenoradionuklid sensitive tidak dapat menemukan sisa jaringan tiroid
(aplasia). Pada duapertiga bayi yang lain, jaringan tiroid tidak sempurna
ditemukan pada lokasi ektopik, dari dasar lidah (tiroid lidah) sampai posisi
normalnnya di leher. Kebanyakan bayi dengan hipotiroidisme congenital pada saat
lahir tidak bergejala walaupun ada agenesis total kelenjar tiroid. Situasi ini
dianggap dasar berasal dari perpindahan transplasenta sejumlah sedang tiroksin
ibu (T4), yang memberikan kadar janin 25-50% normal pada saat lahir. (2:1938)
C. Klasifikasi
Dan Etiologi Hipotiroidisme
Etiologi dari hipotiroidisme dapat
digolongkan menjadi tiga tipe yaitu
1. Hipotiroid primer
Mungkin
disebabkan oleh congenital dari tyroid (kretinism), sintesis hormone yang
kurang baik, defisiensi iodine (prenatal dan postnatal), obat anti tiroid,
pembedahan atau terapi radioaktif untuk hipotiroidisme, penyakit inflamasi
kronik seperti penyakit hasimoto, amylodosis dan sarcoidosis.
2. Hipotiroid sekunder
Hipotiroid
sekunder berkembang ketika adanya stimulasi yang tidak memadai dari kelenjar
tiroid normal, konsekwensinya jumlah tiroid stimulating hormone (TSH)
meningkat. Ini mungkin awal dari suatu mal fungsi dari pituitary atau
hipotalamus. Ini dapat juga disebabkan oleh resistensi perifer terhadap hormone
tiroid.
3.
Hipotiroid
tertier/ pusat
Hipotiroid tertier dapat berkembang
jika hipotalamus gagal untuk memproduksi tiroid releasing hormone (TRH) dan
akibatnya tidak dapat distimulasi pituitary untuk mengeluarkan TSH. Ini mungkin
berhubungan dengan suatu tumor/ lesi destruktif lainnya diarea hipotalamus.Ada
dua bentuk utama dari goiter sederhana yaitu endemic dan sporadic. Goiter
endemic prinsipnya disebabkan oleh nutrisi, defisiensi iodine. Ini mengalah
pada “goiter belt” dengan karakteristik area geografis oleh minyak dan air yang
berkurang dan iodine.Sporadik goiter tidak menyempit ke area geografik lain.
Biasanya disebabkan oleh :
·
Kelainan genetic yang dihasilkan karena metabolisme iodine
yang salah .
·
Ingesti
dari jumlah besar nutrisi goiterogen ( agen produksi goiter yang menghambat
produksi T4 ) seperti kobis, kacang, kedelai , buah persik, bayam, kacang
polong, Strowbery, dan lobak. Semuanya mengandung goitogenik glikosida
·
Ingesti dari obat goitrogen seperti thioureas (
Propylthiracil ) thocarbomen, ( Aminothiazole, tolbutamid ).
D. Manifestasi
Klinis
Gejala dari Hipotiroidisme tidak spesifik,
namun kelelahan yang elastrin menyulitkan penderitanya untuk melaksanakan pekerjaan
sehari-hari secara penuh/ikut serta dalam aktifitas yang lazim dilakukannya.
Laporan tentang adanya kerontokan rambut, kuku yang rapuh serta kulit yang
kering sering ditemukan dan keluhan rasa gatal serta parestesia pada jari-jari
tangan, dapat terjadi, kadang-kadang suara menjadi kasar dan pasien mungkin
mmengeluhkan suara parau. Hipotiroidisme menyerang wanita lima kali lebih
sering disbanding laki-laki dan sering terjadi peda usia diantara 30 hingga 60
tahun.
Hipotiroidisme berat mengakibatkan suhu tubuh
dan frekuensi nadi subnormal. Pasien biasanya mulai mengalami kenaikan berat
badan yang bahkan uterjadi tanpa peningkatan asupan makanan, meskipun penderita
Tiroid yang berat dapat terlihat kakeksia.
Kulit menjadi tegal akibat penumpukan
mukopalisakarida dalam jaringan subcutan (Asal mula istilah Miksedema). Rambut
menipis dan raotan. Wajah tampak tanpa ekspresi dan mirip topeng. Pasien sering
mengeluh rasa dingin meskipun dalam lingkungan yang hangat.
Pada mulanya, pasien mungkin mudah tersinggung
dan mengeluh merasa lemah. Namun dengan selanjutnya kondisi tersebut, respon
emosional, diatas akan berkurang. Proses mental menjadi tumpul dan pasien
tampak apatis. Bicara menjadi lambat. Lidah memmbesar dan ukuran tangan serta
kaki bertambah, pasien sering mengeluh konstipasi, ketulian dapat pula terjadi.
Hipotiroidisme lanjut dapat menyebabkan
dimensia disertai perubahan kognitif dan kepribadian yang khas. Respirasi yang
tidak memadai dan apnu saat tidur dapat terjadi pada Hipotiroidisme yang berat.
Efusi pleura, efusi pericardial dan kelemahan otot pernapasan dapat pula
terjadi Hipotiroidisme berat akan disertai dengann kenaikan kadar kolesterol
serum, aterosklorosis, penyakit jantung. Hipotiroidisme lanjut akan mengalami
hipotermia dan kepekaan abnormal terhadap preparat sedative. Opioid serta
anestesi. Oleh sebab itu semua obat ini hanya diberikan pada kondisi tertentu.
Pasien dengan Hipotiroidisme yang belum
teridentifikasi dan sedang menjalani pembedahan akan menghadapi risiko yang
lebih tinggi untuk mengalami hipotensi introaperatif, gagal jantung kongestif
pascaoperatif dan perubahan status mental.
Koma miksedema menggambarkan stadium
Hipotiroidisme yang paling ekstrim dan berat, dimana pasien mengalami
hipotermia dan tidak sadarkan diri, koma miksedema dapat terjadi sesudah
peningkatan alergi yang berlanjut menjadi stupor dan kemudian koma.
Hipotiroidisme
yang tidak terdiagnosis dapat dipicu oleh infeksi atau penyakit sistemik
lainnya atau oleh gangguan preparat sedikit atau analgetik apoioid dorongan
respiratorik pasien akan terdepresi sehingga timbul hipoventilasi alneole.
Retensi CO2 progresif, keadaan
norkesis dan koma, semua gejala ini disertai dengan kolaps kardiovaskuler dan
syok memerlukan terapi yang agresif dan infeksi jika kita ingin pasien tetap
hidup. Meskipun demikian dengan terapi yang intensif sekalipun, angka
mortanitas tetap tinggi.
Hipotiroidisme juga terjadi karena asam
Hiauron mengikat air sehingga timbul sembab, edema muka, tangan, kaki, pucat,
dingin, kering. Adanya penurunan fungsi saraf sehingga timbul gerak-gerik
lambat, koordinasi kurang, kesan kaku, mental menurun, depresi atau gelisah.
E. Patofisiologi
Kelenjar tiroid membutuhkan iodine
untuk sintesis dan mensekresi hormone tiroid. Jika diet seseorang kurang
mengandung iodine atau jika produksi dari hormone tiroid tertekan untuk alasan
yang lain, tiroid akan membesar sebagai usaha untuk kompendasi dari kekurangan
hormone. Pada keadaan seperti ini, goiter merupakan adaptasi penting pada suatu
defisiensi hormone tiroid. Pembesaran dari kelenjar terjadi sebagai respon
untuk meningkatkan respon sekresi pituitary dari TSH. TSH menstimulasi tiroid
untuk mensekresi T4 lebih banyak, ketika level T4 darah rendah. Biasanya,
kelenjar akan membesar dan itu akan menekan struktur di leher dan dada
menyebabkan gejala respirasi disfagia.
Penurunan tingkatan dari hormone
tiroid mempengaruhi BMR secara lambat dan menyeluruh. Perlambatan ini terjadi
pada seluruh proses tubuh mengarah pada kondisi achlorhydria (pennurunan
produksi asam lambung), penurunan traktus gastrointestinal, bradikardi, fungsi
pernafasan menurun, dan suatu penurunan produksi panas tubuh.
Perubahan yang paling penting
menyebabkan penurunan tingkatan hormone tiroid yang mempengaruhi metabolisme
lemak. Ada suatu peningkatan hasil kolesterol dalam serum dan level
trigliserida dan sehingga klien berpotensi mengalami arteriosclerosis dan
penyakit jantung koroner. Akumulasi proteoglikan hidrophilik di rongga
interstitial seperti rongga pleural, cardiac, dan abdominal sebagai tanda dari
mixedema.
Hormon tiroid biasanya berperan
dalam produksi sel darah merah, jadi klien dengan hipotiroidisme biasanya
menunjukkan tanda anemia karena pembentukan eritrosit yang tidak optimal dengan
kemungkinan kekurangan vitamin B12 dan asam folat.
F. Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan radiologi rangka
menunjukkan tulang yang mengalami keterlambatan dalam pertumbuhan , disgenesis
epifisis, dan keterlambatan perkembangan gigi. Tes-tes laboratorium yang
digunakan untuk memastikan hipotiroidisme antara lain: kadar tiroksin dan
triyodotironin serum yang rendah, BMR yang rendah, dan peningkatan kolesterol
serum.(12: hal 1231-1232)
·
Semua
kasus yang diduga hipotiroid harus diperiksa: kadar T4 serum rendah
dan ini menstimulasi sekresi TSH oleh hipofisis (meningkat pada hipotiroidisme
primer).
·
Kadar
kolestrol serum biasanya meningkat walaupun tidak penting dalam menegakkan
diagnosis.
·
Anemia (normokromik atau makrositik).
·
EKG
menunjukan denyut jantung yang lambat dan voltase rendah dengan gelombang T
mendatar atau terbalik.
·
Peningkatan
titer antibody tiroid. NB; periksa penggunaan obat antitiroid, misalnya litium,
amiodaron. Amiodaron kaya akan iodium dan juga menghambat konversi T4 menjadi
T3 perifer, sehingga pemeriksaan tiroid sulit diinterprestasikan.
Sebelum memulai terapi dengan amiodaron, kadar T3, T4, dan
TSH basal harus diperiksa untuk mengidentifikasi gangguan tiroid yang
mendasari.(9: 165)
G. Penatalaksanaan Hipotiroidisme
Hipotiroidisme diobati dengan
menggantikan kekurangan hormon tiroid, yaitu dengan memberikan sediaan per-oral
(lewat mulut). Yang banyak disukai adalah hormon tiroid buatan T4. Bentuk
yanglain adalah tiroid yang dikeringkan (diperoleh dari kelenjar tiroid hewan).
Pengobatan pada penderita usia
lanjut dimulai dengan hormon tiroid dosis rendah, karena dosis yang terlalu
tinggi bisa menyebabkan efek samping yang serius. Dosisnya diturunkan secara
bertahap sampai kadar TSH kembali normal. Obat ini biasanya terus diminum
sepanjang hidup penderita.
Pengobatan selalu mencakup pemberian
tiroksin sintetik sebagai pengganti hormon tiroid. Apabila penyebab
hipotiroidism berkaitan dengan tumor susunan saraf pusat, maka dapat diberikan
kemoterapi, radiasi, atau pembedahan.
Tujuan
primer penatalaksanaan Hipotiroidisme adlah memulihkan metabolisme pasien
kembali kepada keadaan metabolic normal dengan cara mengganti hormone yang
hilang. Dosis terapi pengganti hormonal didasarkan pada konsenntrasi TSH dalam
serum pasien. Preperat Tenoid yang dikeringkan jarang digunakan karena sering
menyebabkan kenaikan sementara konsentrasi T3 dan kadang-kadang disertai dengan
gejala Hipotiroidisme. Jika terapi penggantian sudah memadai, gejala miksedema
akan menghilang dan aktivitas metabolic yang normal dapat timbul kembali.
Pada
Hipotiroidisme yang berat dan koma miksedema penatalaksanaannya mencakup
pemeliharaan berbagai fungsi fital. Gas darah arteri dapat diukur untuk
menentukan retensi karbondioksida dan memandu pelaksanaan bantuan ventilasi
untuk mengatasi Hipoventilasi penggunaan alat “PULSE EXIMETRI” dapat pula
membantu kita untuk memantau tingkat saturasi oksigen. Pemberian cairan
dilakukan dengan hati-hati karena cahaya intoksikasi air. Penggunaan panas
eksternal (bantal pemanas) harus dihindari karena tindakan ini meningkatkan
kebutuhan oksigen dan dapat menimbulkan kolaps vaskuler. Jika terdapat
hipoglikemia yang nyata, infuse larutan glukosa pekat dapat dilakukan untuk
memberikan glukosa tanpa menimbulkan kelebihan muatan cairan.
Kardiak
(jantung) setiap pasien yang sudah menderita Hipotiroidisme untuk waktu yang
lama hamper dapat dipastikan akan mengalami kenaikan kadar kolesterol,
alerosklorosis, dan penyakit arteri koroner. Setelah sekian lama metabolisme
berlangsung subnormal dan berbagai jaringan termasuk miokardivas memerlukan
oksigen yang relative sedikit, maka penurunan suplai darah dapat di tolerir
tanpa terjadi gejala penyakit arteri koroner yang nyata. Namun demikian bila
hormone tiroid diberikan, maka kebutuhan oksigen akan meningkat tetapi
pengangkutan oksigen tidak dapat di tingkatkan kecuali/suplai keadaan
aterosklorosis diperbaiki. Keadaan ini berlangsung sangat lambat timbulnya
angina merupakan tanda yang menunjukan bahwa kebutuhan miokardium akan oksigen
melampaui suplay serangan angina atau aritmia dapat terjadi ketika terapi
penggantian tiroid dimulai, karena hormone tiroid akan meningkatkan efek
kerakolamin pada system kardiovaskuler.
1.
Penatalaksanaan medic
Tindakan
jangka panjang harus dilakukan selama pelaksanaan terapi tiroid karena adanya
interaksi hormone tiroid dengan obat lain. Hormone tiroid dapat meningkatkan
kadar glukosa darah, sehingga dosis pemberian insulin dan obat hipoglikemia
oral, perlu disesuaikan, efek hormone tiroid dapat ditingkatkan oleh penitroin
dan antidefresan trisiklik. Hormone tiroid juga dapat meningkatkan efek fermakolosis
glikolisida, antikoagulan dan indomentasin sehingga memerlukan pengamatan dan
pengkajian oleh perawat untuk mendeteksi obat efek samping preparat ini
pengeroposan tulang dapat terjadi pada terapi tiroid.
Obat-obat
golongan hipnotik-sedatif yang diberikan dengan dosis kecil sekalipun dapat
menimbulkan keadaan somnolen dan berlangsung lebih lama daripada yang
diperkirakan.
§ Farmakokinetik
Levotiroksin
(T4) dan Liotironin (T3) merupakan hormone tiroid sintelik 50-75% dari
levotiroksin (T4 diabsorbsi oleh mukosa gastrointestinal, dan 90% liotironin
(T3) diabsorbsi. Kedua obat ini sangat mudah diberikan dengan protein seperti obat anti koagulan dapat
menimbulkan efek samping liotiroanin, levotiroksin diekskresi kedalam empedu
dan tinja, ekskresi liotironin tidak diketahui.
Pengobatan
Hipotiroidisme antara lain dengan pemberian tiroksin, biasanya dimulai dalam
dosis rendah (50mg/hari) khususnya pada pasien yang lebih tua atau pada pasien
dengan miksedema berat dan setelah beberapa hari/minggu sedikit demi sedikit di
tingkatkan 150 mg/hari pada dewasa mmuda dosis pemeliharaan maksimal dapat
dimulai cepatnya. Pengukuran kadar TSH pada pasien Hipotiroidisme primer dapat
digunakan untuk menentukan manfaat terapi pengganti, kadar ini harus
dipertahankan adekuat pada pasien Hipotiroidisme sekunder sebaiknya ditentukan
dengan mengikuti tiroksi bebas. Penatalaksanaan :
Umur
|
Dosis
Harian
|
MCE/kg
BB
|
<6-12
bulan
6
– 12 tahun
1 – 5 tahun
6
– 12 tahun
7
– 12 tahun
|
26
– 50
50
– 75
75
– 100
100
– 150
150
– 200
|
6
-10
6
– 8
5
– 6
4
-5
2
- 3
|
o
T3 (Tyronin) hanya diberikan kalau tidak
ada T4 tiroksin
o
Untuk dewasa diberikan vitamin B. Dosis
tinggi 2x100 mg/hari
o
Diet = tinggi kalori, tinggi protein
§ Farmakodinamik
Lovotiroksin
dan lyosironin memiliki kerja yang serupa hormone-hormon ini meningkatkan
tingkat metabolisme curah jantung, sintesa protein dan pemakaian glukosa waktu konsentrasi
puncak dan lama kerja livotiroksin jauh lebih lama daripada ciotironin liotrya
adalah suatu kombinasi T4 (tiroksin) dan T3 (triiodotironin) yang kadar
triiodotironinnya ebih besar.
Ada
banyak interaksi obat dengan kedua hormone ini, keduanya meningkatkan efek
antikoagulan oral, karena menggantikan tempat anti keagulan dalam mengikat
protein. Jika salah satu dari obat ini dipakai bersama dengan obat adrenergic,
seperti dekongestan atau vasopreson, kerja jantung dan susunan saraf pusat
meningkat levotiroksin dan liotironin dapat menurunkan efektifitas digitalis,
estrogen dapat meningkatkan efek liotironin. Dosis insulin dan obat antibiotic
oral mungkin perlu ditambah.
2.
Penatalaksanaan keperawatan
Modifikasi
aktifitas penderita Hipotiroidisme akan mengalami pengurangan tenaga dan
letargi sedang hingga berat. Kemampuan pasien untuk melakukan latihan dan
berperan dalam berbagai aktifitas menjadi terbatas. Akibat perubahan pada
status kardiovaskuler dan pulmoner yang terjadi akibat tiroidisme
H. Konsep
Keperawatan
1.
Pengkajian Keperawatan
Dampak penurunan kadar hormon dalam
tubuh sangat bervariasi, oleh karena itu lakukanlah pengkajian terhadap hal-hal
penting yang dapat menggali sebanyak mungkin informasi antara lain:
Ø Riwayat kesehatan klien dan
keluarga. Sejak kapan klien menderita penyakit tersebut dan apakah ada anggota
keluarga yang menderita penyakit yang sama.
Ø Kebiasaan hidup sehari-hari seperti:
a. Pola makan
b. Pola tidur (klien menghabiskan
banyak waktu untuk tidur).
c. Pola aktivitas.
Ø Tempat tinggal klien sekarang dan
pada waktu balita.
Ø Keluhan utama klien, mencakup
gangguan pada berbagai sistem tubuh:
a. Sistem pulmonari
Seperti Hipoventilasi, Pleura, Fusi Dipsneu
b. Sistem pencernaan
Peningkatan berat badan, konstipasi, distensi abdomen
c. Sistem kardiovaslkuler
Seperti distritmia, pembesaran jantung toleransi terhadap
aktifitas menurun, hipotensi.
d. Sistem musculoskeletal
Seperti nyeri otot, kontiaksi dan relaksasi otot yang
lambat.
e. Sistem neurologik dan
Emosi/psikologis
Fungsi intelektual yang lambat dan terbata-bata. Gangguan
memori, perhatian kurang dan penurunan reflek tendon.
f. Sistem reproduksi
g. Metabolik penurunan metabolisme basal,
penurunan suhu tubuh, intoleransi terhadap dingin.
Ø Pemeriksaart fisik mencakup
1) Penampilan secara umum; amati wajah
klien terhadap adanya edema sekitar mata, wajah bulan dan ekspresi wajah kosong
serta roman wajah kasar. Lidah tampak menebal dan gerak-gerik klien sangat
lamban. Postur tubuh keen dan pendek. Kulit kasar, tebal dan berisik, dingin
dan pucat.
2) Nadi lambat dan suhu tubuh menurun
3) Perbesaran jantung
4) Disritmia dan hipotensi
5) Parastesia dan reflek tendon menurun
Ø Pengkajian psikososial klien sangat
sulit membina hubungan sasial dengan lingkungannya, mengurung diri/bahkan
mania. Keluarga mengeluh klien sangat malas beraktivitas, dan ingin tidur
sepanjang hari. Kajilah bagaimana konsep diri klien mencakup kelima komponen
konsep diri.
Ø Pemeriksaan penunjang mencakup;
pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum; Pemeriksaan TSH (pada klien dengan
hipotiroidisme primer akan terjadi peningkatan TSH serum, sedangkan pada yang
sekunder kadar TSH dapat menurun atau normal).
2.
Diagnosa Keperawatan
1. Intoleran aktivitas berhubungan
dengan kelelahan dan penurunan proses kognitif
2. Perubahan suhu tubuh
3. Konstipasi berhubungan dengan
penurunan gastrointestinal
4. Kurang
pengetahuan tentang program pengobatan untuk terapi penggantian tiroid seumur
hidup.
5. Pola napas tidak efektif berhubungan
dengan depresi ventilasi
6. Perubahan pola berpikir berhubungan
dengan gangguan metabolisme dan perubahan status kardiovaskuler serta
pernapasan.
7. Miksedema dan koma miksedema
3.
Intervensi
1.
Intoleran
aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan proses kognitif.
Tujuan
: Meningkatkan partisipasi dalam aktivitas dan kemandirian .
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
a.
Atur
interval waktu antar aktivitas untuk meningkatkan istirahat dan latihan yang
dapat ditolerir.
b.
Bantu
aktivitas perawatan mandiri ketika pasien berada dalam keadaan lelah.
c.
Berikan
stimulasi melalui percakapan dan aktifitas yang tidak menimbulkan stress.
d.
Pantau
respons pasien terhadap peningkatan aktititas.
|
ü Mendorong aktivitas sambil
memberikan kesempatan untuk mendapatkan istirahat yang adekuat.
ü Memberi kesempatan pada pasien
untuk berpartisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri.
ü Meningkatkan perhatian tanpa
terlalu menimbulkan stress pada pasien.
ü Menjaga pasien agar tidak
melakukan aktivitas yang berlebihan atau kurang.
|
2.
Perubahan
suhu tubuh
Tujuan : Pemeliharaan suhu tubuh yang normal
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
a.
Berikan
tambahan lapisan pakaian atau tambahan selimut.
b.
Hindari
dan cegah penggunaan sumber panas dari luar (misalnya, bantal pemanas,
selimut listrik atau penghangat).
c.
Pantau
suhu tubuh pasien dan melaporkan penurunannya dari nilai dasar suhu normal
pasien.
d.
Lindungi
terhadap pajanan hawa. dingin dan hembusan angin.
|
ü Meminimalkan kehilangan panas
ü Mengurangi risiko vasodilatasi
perifer dan kolaps vaskuler.
ü Mendeteksi penurunan suhu tubuh
dan dimulainya koma miksedema.
ü Meningkatkan tingkat kenyamanan
pasien dan menurunkan lebih lanjut kehilangan panas.
|
3.
Konstipasi
berhubungan dengan penurunan gastrointestinal
Tujuan : Pemulihan fungsi usus yang normal.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
a.
Dorong
peningkatan asupan cairan
b.
Berikan
makanan yang kaya akan serat
c.
Ajarkan
kepada klien, tentang jenis -jenis makanan yang banyak mengandung air.
d.
Pantau
fungsi usus
e.
Dorong
klien untuk meningkatkan mobilisasi dalam batas-batas toleransi latihan.
f.
untuk
pemberian obat pecahar dan enema bila diperlukan.
|
ü Meminimalkan kehilangan panas.
ü Meningkatkan massa feses dan
frekuensi buang air besar
ü Untuk peningkatan asupan cairan
kepada pasien agar . feses tidak keras
ü Memungkinkan deteksi konstipasi
dan pemulihan kepada pola defekasi yang normal.
ü Meningkatkan evakuasi feses
ü Untuk mengencerkan feces.
|
4.
Kurangnya
pengetahuan tentang program pengobatan untuk terapi penggantian tiroid seumur
hidup.
Tujuan : Pemahaman dan penerimaan terhadap program pengobatan yang diresepkan.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
a. Jelaskan dasar pemikiran untuk
terapi penggantian hormon tiroid.
b. Uraikan efek pengobatan yang
dikehendaki pada pasien
c. Bantu pasien menyusun jadwal dan cheklist
untuk memastikan pelaksanaan sendiri terapi penggantian hormon tiroid.
d. Uraikan tanda-tanda dan gejala
pemberian obat dengan dosis yang berlebihan dan kurang.
e. Jelaskan perlunya tindak lanjut
jangka panjang kepada pasien dan keluarganya.
|
ü Memberikan rasional penggunaan
terapi penggantian hormone tiroid seperti yang diresepkan, kepada pasien.
ü Mendorong pasien untuk mengenali
perbaikan status fisik dan kesehatan yang akan terjadi pada terapi hormon
tiroid
ü
ü Memastikan bahwa obat yang;
digunakan seperti yang diresepkan.
ü Berfungsi sebagai pengecekan bagi
pasien untuk menentukan apakah tujuan terapi terpenuhi.
ü Meningkatkan kemungkinan bahwa
keadaan hipo atau hipertiroidisme akan dapat dideteksi dan diobati.
|
5.
Pola
napas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi
Tujuan : Perbaikan status respiratorius dan pemeliharaan pola napas
yang normal.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
a.
Pantau
frekuensi; kedalaman, pola pernapasan; oksimetri denyut nadi dan gas darah arterial.
b.
Dorong
pasien untuk napas dalam dan batuk.
c.
Berikan
obat (hipnotik dan sedatip) dengan hati-hati.
d.
Pelihara
saluran napas pasien dengan melakukan pengisapan dan dukungan ventilasi jika
diperlukan
|
ü Mengidentifikasi hasil pemeriksaan
dasar untuk memantau perubahan selanjutnya dan mengevaluasi efektifitas
intervensi.
ü Mencegah aktifitas dan
meningkatkan pernapasan yang adekuat.
ü Pasien hipotiroidisme sangat
rentan terhadap gangguan pernapasan akibat gangguan obat golongan
hipnotik-sedatif.
ü Penggunaan saluran napas
artifisial dan dukungan ventilasi mungkin diperlukan jika terjadi depresi
pernapasan.
|
6.
Perubahan
pola berpikir berhubungan dengan gangguan metabolisme dan perubahan status
kardiovaskuler serta pernapasan.
Tujuan : Perbaikan proses berpikir.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
a.
Orientasikan
pasien terhadap waktu, tempat, tanggal dan kejadian disekitar dirinya.
b.
Berikan
stimulasi lewat percakapan dan aktifitas yang, tidak bersifat mengancam.
c.
Jelaskan
kepada pasien dan keluarga bahwa perubahan pada fungsi kognitif dan mental
merupakan akibat dan proses penyakit.
|
ü Memudahkan stimulasi dalam
batas-batas toleransi pasien terhadap stres.
ü Meyakinkan pasien dan keluarga
tentang penyebab perubahan kognitif dan bahwa hasil akhir yang positif
dimungkinkan jika dilakukan terapi yang tepat.
|
7.
Miksedema
dan koma miksedema
Tujuan: Tidak ada komplikasi.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
a.
Pantau
pasien akan; adanya peningkatan keparahan tanda dan gejala hipertiroidisme.
i.
Penurunan tingkat kesadaran ; demensia
ii.Penurunan
tanda-tanda vital (tekanan darah, frekuensi, pernapasan,
suhu
tubuh, denyut nadi)
iii.Peningkatan
kesulitan dalam membangunkan dan menyadarkan
pasien.
b.
Dukung
dengan ventilasi jika terjadi depresi dalam kegagalan pernapasan
c.
Berikan
obat (misalnya, hormon tiroksin) seperti yang diresepkan dengan sangat
hati-hati.
d.
Balik
dan ubah posisi tubuh pasien dengan interval waktu tertentu.
e. Hindari penggunaan obat-obat
golongan hipnotik, sedatif dan analgetik.
|
ü Hipotiroidisme berat jika tidak:
ditangani akan menyebabkan miksedema, koma miksedema dan pelambatan seluruh
sistem tubuh
ü Dukungan ventilasi diperlukan
untuk mempertahankan oksigenasi yang adekuat dan pemeliharaan saluran napas.
ü Metabolisme yang lambat dan
aterosklerosis pada miksedema dapat mengakibatkan serangan angina pada saat
pemberian tiroksin.
ü Meminimalkan resiko yang berkaitan
dengan imobilitas.
ü Perubahan pada metabolisme
obat-obat ini sangat meningkatkan risiko jika diberikan pada keadaan
miksedema.
|
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
penyusunan materi ini kami menarik kesimpulan bahwa pada hipotiroid terjadi
akibat kurang penghasilan hormone tiroid oleh kelenjar tiroid. Pada kasus ini
kelenjar tiroid kurang aktif dan menghasilkan terlalu sedikit hormone tiroid.
Hipotiroid yang sangat berat disebut miksedema. Hal ini terjadi akibat penurunan
kadar hormone tiroid dalam darah. Pada penyakit ini dapat mempengaruhi proses
metabolic antara lain: penurunan produksi asam lambung, penurunan motilitas
usus, penurunan detak jantung, gangguan fungsi neurologic, dan penurunan
produksi napas. Pada penderita hipotiroid akan muncul tanda dan gejala yaitu
nafsu makan berkurang, pertumbuhan tulang dan gigi yang lambat, suara serak,
bicara lambat, kelopak mata turun, wajah bengkak, dll.
Pada
penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi yaitu miksedema dimana merupakan
suatu situasi yang mengancam nyawa penderita yang ditandai dengan eksaserbasi (
pemburukan ) semua gejala hipotiroid termasuk hipotermi tanpa menggigil,
hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi dan penurunan kesadaran sampai koma.
Untuk penata laksanaan kasus ini jika dalam keadaan darurat ( misalnya koma
miksedem), hormone tiroid bias diberikan secara intravena.untuk pemeriksaan
diagnostiknya, dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium, seperti pemeriksaan
darah dan pemeriksaan fisik
B. Saran
Dengan
tersusunnya makalah ini kami penulis mengharapkan agar dari kasus seperti yang
terdapat pada makalah ini yakni hipotiroid senantiasa para petugas kesehatan
lebih professional dan lebih berpengalaman dalam mengkaji seluruh system yang
terganggu karena adanya kelainan pada kelenjar tiroid. Karena dengan pengetahuan dan pengalaman yang
baik maka dalam menangani penyakit ini akan lebih cepat dan tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Scanlon C, Valeri dan Tina
Sandert. 2006. Buku ajar Anatomi dan Fisiologi. Edisi 3,
hal 209-210. Jakarta : ECG.
Ø Corwin
J, Elizabeth. 2000. Buku Saku
Patofisiologi. Jakarta : ECG
Ø Brunner
dan Suddart dkk. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah.
Jakarta : ECG.
Ø Sudoyo
W, Aru dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta : Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
No comments:
Post a Comment