KATA PENGANTAR
Limpahan puji syukur penulis panjatkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,atas segala Rahmad dan Karunia-nya, sehingga
penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini dengan judul “ASKEP
CA NASOFARING”.
Kami selaku penulis menyadari penulisan
makalah ini banyak kekurangannya dan jauh dari kesempurnaan yang disebabkan
oleh keterbatasan waktu dan kemampuan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena
itu penulis sangat mengharapkan masukan dan kritikan dari semua pihak yang sifatnya
senantiasa membangun dan melengkapi kesempurnaan makalah ini.
Dengan selesainya makalah ini, tidak
terlepas dari bantuan dan partisipasi dari semua pihak oleh karena itu dengan
penuh kerendahan hati kami selaku penulis makalah menyampaikan ucapan terimah
kasih dan penghargaan yang setinggi tingginya Semoga segala kebaikan dan
bantuan yang telah diberikan kepada kami selaku penulis bernilai ibadah dan mendapat imbalan serta
limpahan rahmad dan karuniah Tuhan Yang Maha Esa,Amin.
Akhir kata kiranya tersusunnya makalah
ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca terutamah dalam menambah
wawasan dan pengetahuan serta perkembangan ilmu keperawatan di masa mendatang.
Makale, 11 Juni 2016
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR
........................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................ ii
ISI
I.
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang .......................................................................... 1
B. Tujuan
Penulisan ...................................................................... 1
II.
PEMBAHASAN
A. Defenisi
.............................................................................. 2
B. Etiologi
................................................................................ 2
C. Manifestasi
Klinis .............................................................. 4
D. Patofisiologi ....................................................................... 5
E. Pemeriksaan
Diagnostik ..................................................... 7
F. Penatalaksanaan ................................................................. 8
G. Diagnosa
dan Implementasi ............................................... 9
III.
PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. 17
B. Saran ....................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di
Indonesia kanker nasofaring (bagian atas faring atau tenggorokan) merupakan
kanker terganas nomor 4 setelah kanker rahim, payudara dan kulit. Sayangnya,
banyak orang yang tidak menyadari gejala kanker ini, karena gejalanya hanya
seperti gejala flu biasa. Kanker nasofaring banyak dijumpai pada orang-orang
ras mongoloid, yaitu penduduk Cina bagian selatan, Hong Kong, Thailand,
Malaysia dan Indonesia juga di daerah India. Ras kulit putih jarang ditemui
terkena kanker jenis ini. Selain itu kanker nasofaring juga merupakan jenis
kanker yang diturunkan secara genetik.
Kanker
nasofaring atau dikenal juga dengan kanker THT adalah penyakit yang disebabkan
oleh sel ganas (kanker) dan terbentuk dalam jaringan nasofaring, yaitu bagian
atas faring atau tenggorokan. Kanker ini paling sering terjadi di bagian THT,
kepala serta leher. Sampai saat ini belum jelas bagaimana mulai tumbuhnya
kanker nasofaring. Namun penyebaran kanker ini dapat berkembang ke bagian mata,
telinga, kelenjar leher, dan otak. Sebaiknya yang beresiko tinggi terkena
kanker nasofaring rajin memeriksakan diri ke dokter, terutama dokter THT.
Risiko tinggi ini biasanya dimiliki oleh laki-laki atau adanya keluarga yang
menderita kanker ini.
B. Tujuan
Memahami asuhan keperawatan pada
klien dengan gangguan ca nasofaring
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Kanker nasofaring
adalah kanker yang berasal dari sel epitel nasofaring di rongga belakang hidung
dan belakang langit-langit rongga mulut. Kanker ini merupakan tumor ganas daerah
kepala dan leher yang terbanyak di temukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas
dan leher merupakan kanker nasofaring, kemudian diikuti tumor ganas hidung dan
sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil,
hipofaring dalam prosentase rendah.
Pada
banyak kasus, nasofaring carsinoma banyak terdapat pada ras mongoloid yaitu
penduduk Cina bagian selatan, Hong Kong, Thailand, Malaysia dan Indonesia juga
di daerah India. Ras kulit putih jarang ditemui terkena kanker jenis ini. Selain
itu kanker nasofaring juga merupakan jenis kanker yang diturunkan secara
genetik.
B. Etiologi
Terjadinya
Ca Nasofaring mungkin multifaktorial, proses karsinogenesisnya mungkin mencakup
banyak tahap. Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya kanker nasofaring
adalah:
1. Kerentanan Genetik
Walaupun
Ca Nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi kerentanan terhadap Ca
Nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relatif menonjol dan memiliki fenomena agrregasi
familial. Analisis korelasi menunjukkan gan HLA ( Human luekocyte antigen ) dan
gen pengode enzim sitokrom p4502E (CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan
terhadap Ca Nasofaring, mereka berkaitan dengan timbulnya sebagian besar Ca
Nasofaring . Penelitian menunjukkan bahwa kromosom pasien Ca Nasofaring
menunjukkan ketidakstabilan , sehingga lebih rentan terhadap serangan berbagai
faktor berbahaya dari lingkungan dan timbul penyakit.
2. Virus EB
Metode imunologi membuktikan virus
EB membawa antigen yang spesifik seperti antigen kapsid virus ( VCA ),
antigen membran ( MA ), antigen dini ( EA ), antigen nuklir ( EBNA ) , dll.
Virus EB memiliki kaitan erat dengan Ca Nasofaring , alasannya adalah :
a. Di dalam serum pasien Ca Nasofaring
ditemukan antibodi terkait virus EB ( termasuk VCA-IgA, EA-IgA, EBNA, dll ) ,
dengan frekuensi positif maupun rata-rata titer geometriknya jelas lebih tinggi
dibandingkan orang normal dan penderita jenis kanker lain, dan titernya
berkaitan positif dengan beban tumor . Selain itu titer antibodi dapat menurun
secara bertahap sesuai pulihnya kondisi pasien dan kembali meningkat bila
penyakitnya rekuren atau memburuk.
b. Di dalam sel Ca Nasofaring dapat
dideteksi zat petanda virus EB seperti DNA virus dan EBNA.
c. Epitel nasofaring di luar tubuh bila
diinfeksi dengan galur sel mengandung virus EB, ditemukan epitel yang
terinfeksi tersebut tumbuh lebih cepat , gambaran pembelahan inti juga banyak.
d. Dilaporkan virus EB di bawah
pengaruh zat karsinogen tertentu dapat menimbulkan karsinoma tak
berdiferensiasi pada jaringan mukosa nasofaring fetus manusia.
3. Faktor Lingkungan
Faktor
lingkungan juga berperan penting. Penelitian akhir-akhir ini menemukan zat
berikut berkaitan dengan timbulnya Ca Nasofaring :
a. Hidrokarbon aromatik, pada keluarga
di area insiden tinggi kanker nasofaring , kandungan 3,4- benzpiren dalam tiap
gram debu asap mencapai 16,83 ug, jelas lebih tinggi dari keluarga di area
insiden rendah.
b. Unsur renik : nikel sulfat dapat
memacu efek karsinognesis pada proses timbulnya kanker nasofaring .
c. Golongan nitrosamin : banyak
terdapat pada pengawet ikan asin. Terkait dengan kebiasaan makan ikan asin
waktu kecil, di dalam air seninya terdeteksi nitrosamin volatil yang berefek
mutagenik.
C. Manifestasi
Klinis
Gejala dan
tanda yang sering ditemukan pada kanker nasofaring adalah :
1.
Epiktasis
: sekitar 70% pasien mengalami gejala ini, diantaranya 23,2 % pasien datang
berobat dengan gejala awal ini . Sewaktu menghisap dengan kuat sekret
dari rongga hidung atau nasofaring , bagian dorsal palatum mole bergesekan
dengan permukaan tumor , sehingga pembuluh darah di permukaan tumor robek dan
menimbulkan epiktasis. Yang ringan timbul epiktasis, yang berat dapat timbul
hemoragi nasal masif.
2.
Hidung
tersumbat : sering hanya sebelah dan secara progesif bertambah hebat. Ini
disebabkan tumor menyumbat lubang hidung posterior.
3.
Tinitus
dan pendengaran menurun: penyebabnya adalah tumor di resesus faringeus
dan di dinding lateral nasofaring menginfiltrasi , menekan tuba eustaki,
menyebabkan tekana negatif di dalam kavum timpani , hingga terjadi otitis media
transudatif . bagi pasien dengan gejala ringan, tindakan dilatasi tuba eustaki
dapat meredakan sementara. Menurunnya kemmpuan pendengaran karena hambatan
konduksi, umumnya disertai rasa penuh di dalam telinga.
4.
Sefalgia
: kekhasannya adalah nyeri yang kontinyu di regio temporo parietal
atau oksipital satu sisi. Ini sering disebabkan desakan tumor, infiltrasi saraf
kranial atau os basis kranial, juga mungkin karena infeksi lokal atau iriasi
pembuluh darah yang menyebabkan sefalgia reflektif.
5.
Rudapaksa
saraf kranial : kanker nasofaring meninfiltrasi dan ekspansi direk ke superior
, dapat mendestruksi silang basis kranial, atau melalui saluran atau celah
alami kranial masuk ke area petrosfenoid dari fosa media intrakanial (temasuk
foramen sfenotik, apeks petrosis os temporal, foramen ovale, dan area sinus
spongiosus ) membuat saraf kranial III, IV, V dn VI rudapaksa, manifestasinya
berupa ptosis wajah bagian atas, paralisis otot mata ( temasuk paralisis
saraf abduksi tersendiri ), neuralgia trigeminal atau nyeri area temporal
akibat iritasi meningen ( sindrom fisura sfenoidal ), bila terdapat juga
rudapaksa saraf kranial II, disebut sindrom apeks orbital atau petrosfenoid.
6.
Pembesaran
kelenjar limfe leher : lokasi tipikal metastasisnya adalah kelenjar limfe
kelompok profunda superior koli, tapi karena kelompok kelenjar limfe tersebut
permukaannya tertutup otot sternokleidomastoid, dan benjolan tidak nyeri , maka
pada mulanya sulit diketahui. Ada sebagian pasien yang metastasis kelenjar
limfenya perama kali muncul di regio untaian nervi aksesorius di segitiga koli
posterior.
7.
Gejala
metastasis jauh : lokasi meatstasis paling sering ke tulang, paru, hati .
metastasi tulang tersering ke pelvis, vertebra, iga dan keempat ekstremitas.
Manifestasi metastasis tulang adalah nyeri kontinyu dan nyeri tekan setempat,
lokasi tetap dan tidak berubah-ubah dan secara bertahap bertambah hebat. Pada
fase ini tidak selalu terdapat perubahan pada foto sinar X, bone-scan seluruh
tubuh dapat membantu diagnosis. Metastasis hati , paru dapat sangat tersembunyi
, kadang ditemukan ketika dilakukan tindak lanjut rutin dengan rongsen thorax ,
pemeriksaan hati dengan CT atau USG
D. Patofisiologi
Sudah
hampir dipastikan ca.nasofaring disebabkan oleh virus eipstein barr. Hal ini
dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya protein-protein laten pada penderita
ca. nasofaring. Sel yang terinfeksi oleh EBV akan menghasilkan protin tertentu
yang berfungsi untuk proses proliferasi dan mempertahankan kelangsungan virus
didalam sel host. Protein tersebut dapat digunakan sebagai tanda adanya EBV,
seperti EBNA-1 dan LMP-1, LMP-2A dan LMP-2B. EBNA-1 adalah protein nuclear yang
berperan dalam mempertahankan genom virus. EBV tersebut mampu aktif dikarenakan
konsumsi ikan asin yang berlebih serta pemaparan zat-zat karsinogen yang
menyebabkan stimulasi pembelahan sel abnormal yang tidak terkontrol, sehingga
terjadi differensiasi dan proliferasi protein laten(EBNA-1). Hal inilah yang
memicu pertumbuhan sel kanker pada nasofaring, dalam hal ini terutama pada fossa
Rossenmuller.Penggolongan Ca Nasofaring :
a. T1 : Kanker terbatas di rongga
nasofaring
b. T2 :Kanker menginfiltrasi
kavum nasal, orofaring atau di celah parafaring di anterior dari
garis SO ( garis penghubung prosesus stiloideus dan margo posterior garis
tengah foramen magnum os oksipital
c. T3 : Kanker di celah parafaring di
posterior garis SO atau mengenai basis kranial, fosa pterigopalatinum atau
terdapat rudapaksa tunggal syaraf kranial kelompok anterior atau posterior.
d. T4 : Saraf kranial kelompok
anterior dan posterior terkena serentak, atau
kanker mengenai sinus paranasal, sinus spongiosus, orbita, fosa
infra-temporal.
N0
: Belum teraba pembesaran kelenjar limfe .
N1
: Kelenjar limfe koli superior berdiameter <4 cm,.
N2
: Kelenjar koli inferior membesar atau berdiameter 4-7 cm .
N3
: Kelenjar limfe supraklavikular membesar atau berdiameter >7 cm
M0
: Tak ada metastasis jauh.
M1
: Ada metastasis jauh.
Penggolongan stadium klinis, antara lain :
1.
Stadium
I :
T1N0M0
2.
Stadium
II :
T2N0 – 1M0, T0 – 2N1M0
3.
Stadium
III : T3N0 -
2M0, T0 – 3N2M0
4.
Stadium
IVa : T4N0 – 3M0, T0 –
4N3M0
5.
Stadium
IVb :T apapun, N Apapun, M1
E.
Pemeriksaan Diagnosis
Untuk
mencapai diagnosis dini harus melaksanakan hal berikut :
a. Tindakan kewaspadaan, perhatikan
keluhan utama pasien.
Pasien
dengan epiktasis aspirasi balik, hidung tersumbat menetap, tuli unilateral,
limfadenopati leher tak nyeri, sefalgia, rudapaksa saraf kranial dengan kausa
yang tak jelas, dan keluhan lain harus diperiksa teliti rongga nasofaringya
dengan nasofaringoskop indirek atau elektrik.
b. Pemeriksaan kelenjar limfe leher.
Perhatikan
pemeriksaan kelenjar limfe rantai vena jugularis interna, rantai nervus aksesorius dan
arteri vena transvesalis koli apakah terdapat pembesaran.
c. Pemeriksaan saraf kranial
Terhadap
saraf kranial tidak hanya memerlukan pemeriksaan cermat sesuai prosedur rutin
satu persatu , tapi pada kecurigaan paralisis otot mata, kelompok otot
kunyah dan lidah kadang perlu diperiksa berulang kali, barulah ditemukan
hasil yang positif
d. Pemeriksaan serologi virus EB
Dewasa
ini, parameter rutin yang diperiksa untuk penapisan kanker nasofaring adalah
VCA-IgA, EA-IgA, EBV-DNAseAb. Hasil positif pada kanker nasofaring berkaitan
dengan kadar dan perubahan antibodi tersebut. Bagi yang termasuk salah
satu kondisi berikut ini dapat dianggap memilki resiko tinggi kanker nasofaring
:
1.
Titer
antibodi VCA-IgA >= 1:80
2. Dari pemeriksaan VCA-IgA, EA-IgA dan
EBV-DNAseAb, dua diantara tiga indikator tersebut positif.
3. Dua dari tiha dari indikator
pemeriksaan diatas, salah satu menunjukkan titer yang tinggi kontinyu atau
terus meningkat.
Bagi pasien yang memenuhi patokan tersebut , harus diperiksa
teliti dengan nasofaringoskop elektrik , bila perlu dilakukan biopsi. Yang
perlu ditekankan adalah perubahan serologi virus Eb dapat menunjukkan reaksi
positif 4 – 46 bulan sebelum diagnosis kanker nasofaring ditegakkan.
F.
Penatalaksanaan
a.
Radioterapi
Hal yang perlu dipersiapkan adalah keadaan umum pasien baik,hygiene mulut, bila ada infeksi mulut
diperbaiki dulu. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi
leher ( benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali
setelah penyinaran tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan serologik), pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus.
b.
Kemoterapi
Kemoterapi
meliputi kemoterapi neodjuvan, kemoterapi adjuvan dan kemoradioterapi
konkomitan. Formula kemoterapi yang sering dipakai adalah : PF ( DDP +
5FU ), kaboplatin +5FU, paklitaksel +DDP, paklitasel +DDP +5FU dan DDP
gemsitabin , dll.
c.
Terapi
Biologi
Dewasa
ini masih dalam taraf penelitian laboraturium dan uji klinis.
d.
Terapi
Herbal TCM
Dikombinasi
dengan radioterapi dan kemoterapi, mengurangi reaksi radiokemoterapi ,
fuzhengguben ( menunjang, memantapkan ketahanan tubuh) , kasus stadium lanjut
tertentu yang tidak dapat diradioterapi atau kemoterapi masih dapat
dipertimbangkan hanya diterapi sindromnya dengan TCM. Efek herba TCM dalam
membasmi langsung sel kanker dewasa ini masih dalam penelitian lebih lanjut.
e.
Terapi
Rehabiltatif
Pasien
kanker secara faal dan psikis menderita gangguan fungsi dengan derajat
bervariasi. Oleh karena itu diupayakan secara maksimal meningkatkan dan
memperbaiki kualitas hidupnya.
f.
Pembedahan
G.
Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
- Nyeri (akut) berhubungan dengan
agen injuri fisik (pembedahan).
Tujuan : Rasa nyeri teratasi atau terkontrol
Kriteria hasil :
·
Mendemonstrasikan
penggunaan ketrampilan relaksasi nyeri
·
Melaporkan
penghilangan nyeri maksimal/kontrol dengan pengaruh minimal pada AKS
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
Kolaborasi
|
|
2. Gangguan sensori
persepsi (pendengaran ) berubungan dengan gangguan
status organ sekunder metastase tumor
Tujuan
: mampu beradaptasi terhadap perubahan sensori pesepsi.
Kriteria
Hasil: mengenal gangguan dan berkompensasi terhadap perubahan.
Intervensi
|
Rasional
|
|
1. Mengetahui perubahan dari
hal-hal yang merupakan kebiasaan pasien .
2. Lingkungan yang nyaman dapat
membantu meningkatkan proses penyembuhan.
3. Mengetahui faktor penyebab
gangguan persepsi sensori yang lain dialami dan dirasakan pasien.
|
3. Gangguan pemenuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
Tujuan
: Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria
hasil : 1. Berat badan dan tinggi badan ideal.
2. Pasien mematuhi dietnya
Intervensi
|
Rasional
|
2.
Anjurkan
pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
3.
Timbang
berat badan setiap seminggu sekali.
4.
Identifikasi
perubahan pola makan.
|
2.
Kepatuhan
terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya
hipoglikemia/hiperglikemia.
3.
Mengetahui
perkembangan berat badan pasien (berat badan merupakan salah satu indikasi
untuk menentukan diet).
4.
Mengetahui
apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan.
|
5. Kurangnya pengetahuan tentang proses
penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya
informasi.
Tujuan
: Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.
Kriteria
Hasil :
1. Pasien mengetahui tentang proses
penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila
ditanya.
2. Pasien dapat melakukan perawatan
diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.
Intervensi
|
Rasional
|
|
|
5. Harga
diri Rendah berhubungan dengan perubahan perkembangan penyakit, pengobatan
penyakit.
Tujuan :
Setelah dilakukan askep selama 3×24 jam klien menerima keadaan dirinya
Kriteria
Hasil :
1)
Menjaga postur yang terbuka
2) Menjaga kontak mata
3)
Komunikasi terbuka
4)
Menghormati orang lain
5)
Secara seimbang dapat berpartisipasi dan mendengarkan dalam kelompok
6)
Menerima kritik yang konstruktif
7)
Menggambarkan keberhasilan dalam kelompok social
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kaji
tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.
2.
Beri
kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.
3.
Gunakan
komunikasi terapeutik.
4.
Beri
informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untuk ikut
serta dalam tindakan keperawatan.
5.
Berikan
keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu
berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin.
6.
Berikan
kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara bergantian.
7.
Ciptakan
lingkungan yang tenang dan nyaman.
|
Pasien
akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu.
|
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Kanker nasofaring atau dikenal juga dengan kanker THT adalah penyakit yang
disebabkan oleh sel ganas (kanker) dan terbentuk dalam jaringan nasofaring,
yaitu bagian atas faring atau tenggorokan. Kanker ini paling sering terjadi di
bagian THT, kepala serta leher. Sampai saat ini belum jelas bagaimana mulai
tumbuhnya kanker nasofaring. Namun penyebaran kanker ini dapat berkembang ke
bagian mata, telinga, kelenjar leher, dan otak. Sebaiknya yang beresiko tinggi
terkena kanker nasofaring rajin memeriksakan diri ke dokter, terutama dokter
THT. Risiko tinggi ini biasanya dimiliki oleh laki-laki atau adanya keluarga
yang menderita kanker ini.
B.
SARAN
Setelah membaca makalah ini, penulis
berharap agar kita senantiasa memiliki gaya hidup yang sehat. Dan juga bagi
perawat yang kelak bekerja di rumah sakit agar dapat mengetahui seluk beluk
dari penyakit CA Nasofaring yang pada akhirnya dapat memberikan pelayanan yang
terbaik apabila menemukan pasien yang menderita penyakit ini pada khususnya.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,
Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa
Keperawatan. Edisi 8. EGC. Jakarta.
Doenges,
M. G. (2000). Rencana Asuhan
Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta.
Dunna,
D.I. Et al. (1995). Medical
Surgical Nursing ; A Nursing Process Approach. 2 nd Edition : WB
Sauders.
Lab. UPF
Ilmu Penyakit THT FK Unair. (1994). Pedoman
Diagnosis Dan Terapi Lab/UPF Ilmu Penyakit THT. Rumah Sakit Umum Daerah
Dr Soetom Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya.
Soepardi,
Efiaty Arsyad & Nurbaiti Iskandar. (2000). Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT. Edisi kekempat. FKUI : Jakarta.
Sri
Herawati. (2000). Anatomi Fisiologi
Cara Pemeriksaan Telinga, Hidung, Tenggorokan. Laboratorium Ilmu
Penyakit THT Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.
No comments:
Post a Comment